ArtikelArtikel

Serial Sepuluh Kepemimpinan Guru: Gigih Untuk Meneliti

Kepemimpinan Guru yang Kedelapan:
GIGIH UNTUK MENELITI

“Guru yang baik bukanlah guru yang amat pintar, melainkan mereka yang bisa memberikan inspirasi kepada kita, mereka yang merangsang naluri yang sangat dasar dan sangat penting dalam kehidupan kita: yakni rasa ingin tahu.”
(Jujun S. Suriasumantri 2012: 51)

Pencarian kebenaran merupakan aktualisasi diri tertinggi manusia dalam mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi. Akal manusia berikut pengetahuannya adalah anugerah yang diberikan langsung oleh Allah SWT. Bila membaca QS. Al-Baqoroh: 30, terang dikabarkan bahwa Nabi Adam AS sendiri mendapatkan pengajaran langsung dari Allah. Tanpa ilmu pengetahuan, maka amanah sebagai khalifah di bumi ini tidak akan tertunaikan, malah yang ada hanyalah pengrusakan.

Semakin tinggi tingkat ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh ummat manusia, semestinya kehidupan di bumi semakin baik, bukan malah sebaliknya. Melalui proses ini manusia semestinya akan mendapati ketakjuban kekuasaan Yang Maha Agung, sehingga akhirnya mau tunduk kepada pemilik asli kekuatan tersebut.

Pengetahuan bukan hanya didapat dari hasil berinteraksi sosial dengan manusia-manusia yang ada di sekelilingnya, namun juga didapat dari mekanisme penelitian sederhana melalui pengalaman inderawi dan proses bernalar. Hanya saja, tidak semua penelitiannya tersebut dapat menghasilkan pengetahuan yang benar. Kebenaran suatu pengetahuan akan lebih akurat bila didapat melalui kegiatan penelitian yang tersistematis sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.

Pengetahuan yang benar ini akan dijadikan sebagai alat untuk memprediksi berbagai gejala agar dapat menjadi rujukan dalam bersikap, bertindak dan mengambil suatu keputusan. Pengetahuan yang benar inilah yang selanjutnya disebut oleh ilmu. Dalam kajian Filsafat Ilmu, Jujun S. Suriasumantri (1998: 119-120) memaparkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah.

Melalui cara kerja ilmiah, maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik yang rasional dan teruji. Ilmu ini tidak hanya bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu semata, tapi tentunya lebih ditujukan untuk bisa memecahkan persoalan-persoalan hidup manusia. Jadi, untuk mengatasi persoalan dalam hidupnya secara benar (ilmiah), manusia semestinya melakukan berbagai upaya penelitian.

Cara kerja penelitian secara praktis bisa diajarkan dari proses pendidikan di sekolah formal. Para guru harus terbiasa memantik rasa ingin tahu siswa dalam setiap sesi pembelajaran yang diampunya. Keberhasilan guru untuk menumbuhkan rasa ingin tahu siswa sangat dipengaruhi oleh pilihan metodologi pembelajaran yang memiliki orientasi pada pendekatan yang lebih kontekstual. Semakin dekat dengan dunia nyata, rasa ingin tahu yang kian mengemuka, sehingga semakin mudah pula materi ajar itu dapat diserap siswa.

Pengajaran secara konvensional bukan hanya membosankan, tapi juga menghambat upaya ketuntasan kecakapan. Kompetensi atau kecakapan bukan sekedar melingkupi aspek pengetahuan (kognitif) saja, namun juga dibangun oleh ranah keterampilan dan sikap (afektif). Ketiganya harus dikembangkan secara bersamaan, simultan, bukan parsial. Sebab kompetensi adalah kecakapan yang saling terintegrasi. Untuk membentuk kompetensi tersebut, maka konten atau isi materi harus ditranformasi dalam sebuah proses yang melibatkan keaktifan siswa secara otentik.

Kesulitan mengembangkan pembelajaran di kelas salah satunya disebabkan oleh keterbatasan guru untuk memfasilitasi para siswanya dalam mengeksplorasi sumber-sumber pengetahuan secara langsung. Eksplorasi terhadap sumber-sumber pengetahuan adalah bagian dari cara kerja penelitian. Sayangnya, sebagian guru kadang lebih senang mentransmisi materi-materi ajar dengan mengandalkan informasi yang berasal dari buku-buku paket. Terlebih bila cara pengajaran yang dipakai terlalu sering menggunakan metode ceramah, sudah tentu rasa ingin tahu siswa tidak mungkin bisa terbangun.

Dalam paradigma baru pembelajaran, rasa ingin tahu siswa di kelas dapat distimulus melalui dua upaya; Pertama, menyajikan pembelajaran secara interdisipliner dengan beberapa mata pelajaran yang lain. Melalui kegiatan ini materi pelajaran bukan hanya dikembangkan sebagai pengetahuan hapalan belaka, namun sebagai sebagai suatu keterampilan berpikir yang logis, kritis, dan kreatif. Kedua, pergunakan metode-metode berpikir kritis dalam membahas satu pokok bahasan materi. Kaitkan materi ajar dengan fenomena-fenomena sosial yang tengah hangat terjadi di masyarakat saat ini.

Berpikir kritis dan kreatif sebagai suatu High Order Thinking Skill atau HOTS, ditumbuhkan melalui penerapan pendekatan saintifik yang biasa dikembangkan dalam 1) model pembelajaran berbasis penemuan (discovery learning); 2) model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), dan 3) model pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Ketiganya juga merupakan dari implementasi cara kerja penelitian. Pendekatan saintifik sendiri memuat 5 tahapan yang biasa dilakukan dalam prosedur penelitian, yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengolah informas, dan mengkomunikasikan.

Sebagai fasilitator bagi perkembangan akademik dan kematangan psikologisnya siswa, setiap guru semakin dituntut agar lebih memahami, menguasai, dan terampil dalam menggunakan sumber-sumber belajar yang baru dan terbarukan (Anwar dan Sagala, 2004: 111). Sistem instruksional yang dikembangkan oleh suatu satuan pendidikan disusun secara sistemik dengan mempertimbangkan konteks lingkungan eksternalnya yang lebih luas dari sekedar lingkup kelas atau sekolah. Murid tidak hanya mudah dan nyaman untuk mengikuti pembelajaran, namun juga senantiasa tertantang untuk mencari pengetahuan baru secara mandiri di luar kelas. Untuk mencapainya, maka Guru harus lebih gigih untuk meneliti.

Setiap guru di sekolah idealnya bisa menyusun tujuan pembelajaran yang mampu membangun kompetensi peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan di masa depan. Para guru harus pula melatih diri agar menguasai teknik-teknik efektif saat mentransmisi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya disertai dengan penggunaan metode-metode yang efektif di kelas. Untuk mengujinya, guru-guru bisa melakukan upaya perbaikan pembelajaran salah satunya melalui penelitian tindakan kelas atau PTK.

Dalam menghadapi iklim perubahan zaman yang berlangsung cepat sekarang ini, dunia pendidikan dituntut bergerak secara lebih lincah lagi. Para Guru tidak bisa berdiam diri saat pendidikan di sebagian belahan dunia lain sudah banyak beradaptasi dengan banyak perubahan, terutama dengan kemajuan teknologi berbasis digital.

Guru memiliki andil untuk lebih berperan bagi perbaikan pendidikan. Para guru pemimpin bisa ikut memulai perubahan dengan melakukan penelitian-penelitian sederhana dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, di mulai dari kelas ajarnya dulu!

Oleh:

Guru Agung PardiniGM Sekolah Kepemimpinan Bangsa Dompet Dhuafa

What's your reaction?

Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly
0

You may also like

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in:Artikel