ArtikelArtikel

Covid-19 Tantangan Bagi Guru Pemimpin

Musibah yang ditimbulkan Covid-19 memang menguji seberapa kuat dan tepat kepemimpinan seorang kepala negara, keputusan berisiko memang  harus dilakukan karena itu lah sesungguhnya salah satu tugas utama seorang pemimpin, meski pahit namun keputusan pemimpin sangat amat dinanti dan menentukan masa depan yang dipimpinnya. Bagaimana dengan kepemimpinan seorang guru?

Kondisi belajar di rumah yang saat ini dilakukan hampir semua sekolah juga menjadi ujian bagi sang guru pemimpin, mampukah ia memimpin pembelajaran dari jarak jauh atau tidak. Tergantung seberapa serius seorang guru ingin mendidik dan mengajar siswanya. bukan sekedar memberi targetan siswa yang bahkan membuatnya stress dan tidak bahagia, belum lagi dimarahi orang tua karena anaknya tak mampu menyelesaikan tugasnya dan malu tidak memberi laporan ke gurunya. Tapi seorang guru pemimpin harus menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan, membelajarkan dan  bermakna di rumah siswa-siswinya meski buka ia pelaku utama nya.

Paling tidak ada 3 hal yang harus dilakukan guru pemimpin dalam kondisi seperti ini:

Kolaborasi

Untuk menjawab kondisi yang tidak menentu dan tidak mudah diprediksi kapan pembelajaran akan kembali seperti semua menurut saya hal yang pertama dan utama yang harus dilakukan adalah kolaborasi mendidik untuk siswa-siswinya. Hal ini mungkin terlihat dan dianggap mudah, namun pengamatan saya, banyak orang yang gagal dalam melakukan kolaborasi mendidik, oleh karenanya hendaknya hal ini dipelajari dan dilakukan dengan baik oleh seorang guru. Kolaborasi mendidik dengan siapa? Tentu dengan orang terdekat siswa saat ini yakni orang tua atau wali nya.

Seandainya kolaborasi ini terjadi dengan baik, maka dampak ke depan saat musibah ini pergi mungkin malah membuat pendidikan kita semakin maju, karena terjalinnya hubungan baik antara guru dan orang tua sebagaimana kita tahu bahwa kombinasi mendidik di rumah dan di sekolah apabila sejalan akan benar-benar membuat siswa menjadi pribadi yang baik dan unggul. Saat di sekolah anak ditempa kompetensi dan karakternya di rumah pun demikian orang tua mendukung penuh apa yang sudah dilakukan di sekolah bahkan mungkin memberi masukkan hal-hal yang kurang. Sehingga kolaborasi yang baik, seharusnya bisa melibatkan orang tua dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan evaluasinya bukan hanya sekedar pelaksanaannya.

Namun hati-hati kolaborasi yang salah kaprah, karena bisa jadi kolaborasi itu terjadi tapi pada akhirnya orang tua hanya mengerjakan tugas anaknya atau tugas dari guru membuat siswa stres dan orang tua pun ikut stres. Tentu bukan demikian seyogianya pendidikan itu terjadi. Maka penting juga diperhatikan oleh seorang guru agar memberi tugas tidak hanya masalah kognitif namun justru kondisi seperti ini harusnya menjadi ajang guru merdeka dari targetan yang tak kunjung tercapai yakni angka peningkatan kognitif siswa. Maka point selanjutnya setelah paham kolaborasi seorang guru pemimpin juga harus memikirkan kurikulum yang akan diimplementasikan, dan disini guru harus keluar dan berani berinovasi dalam kurikulum ini.

Inovasi

Guru lah yang harus menjadi kurikulum hidup yang menentukan bagaimana siswa – siswinya belajar, kondisi saat ini harus dijawab oleh seorang guru dengan berinovasi. Hal pertama yang harus menjadi perhatian adalah kurikulumnya, mari buat dan gunakan kurikulum yang tidak biasa dan bukan seperti biasanya. Lalu bagaimana target di silabus? Bagaimana tagihan sks nya? Hal ini lah yang menurut saya membuat guru tak pernah merdeka. Padahal dengan tiadanya Ujian Nasional harusnya menjadi hari kemerdekaan guru untuk mendidik siswa nya dengan sebenarnya pendidikan bukan hanya targetan angka yang bahkan cenderung manipulatif.

Kondisi di rumah ajah tak akan ideal untuk mencapai target-target kurikulum kita, apalagi jika mengacu kurikulum k13 atau kurikulum nasional saat ini tidak lah melulu harus menargetkan angka kognitif tapi bahkan jauh dari itu, maka sudah saatnya guru membuat kurikulum sendiri berkolaborasi dengan orang tua. Misalnya bagaimana mendidik anak mempunyai kemandirian, kemandirian mengurus kebutuhan pribadi, kemandirian menentukan sikap, kemandirian belajar, sehingga bisa jadi guru menyusun kurikulum baru dengan aktivitas misalnya bagaimana orang tua membimbing dan mengajari memasak, membersihkan rumah, menyetrika dan lain-lain. Bagi sebagian orang seolah-olah hal tersebut bukanlah pendidikan padahal dalam aktivitas tersebut kaya akan muatan mendidik anak, mendidik kemandirian tadi dan keterampilan hidup yang diperlukan di masa mendatang.

Untuk target kognitif guru bisa memberikan tugas yang lebih bermakna dan kontekstual semisal siswa mampu mendafatar bangun ruang di rumahnya, mengukur dan membandingkan tinggi badan semua anggota keluarga di rumah, mengukur keliling ban sepeda dan lain-lain. Tentu perlu perangkat yang disiapkan guru paling tidak format laporan onlinenya atau apapun itu. Sehingga inovasi yang dibuat guru bukan hanya masalah kurikulum namun penting juga metodologi pembelajaran, sehingga sarana teknologi juga harus dipelajari guru dan jika memungkinkan dilakukan dengan orang tua siswa.

Evaluasi dan Apresiasi

Seperti yang saya katakan tadi bahwa evaluasi hendaknya dilakukan bersama orang tua, mungkin guru yang akan memimpin hal ini dan orang tua tak akan begitu ‘ngeh’ namun ini lah saatnya membuat orang tua tahu bahwa hasil mendidik anak juga perlu evaluasi. Evaluasi bukan hanya untuk menilai seberapa jauh kemajuan peserta didik kita namun evaluasi juga diperlukan sebagai bahan perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan guru dan orang tua dan hal apa lagi yang harus dipelajari anak didik.

Setelah proses pembelajaran terlaksana jangan hanya mengoreksi kesalahan yang dibuat namun apresiasilah terlebih dahulu baru kemudian beri masukkan dalam hal-hal yang kurang karena anak didik memang sedang belajar  yang tentu kesalahan pasti dilakukan namun dengan  berani melakukan tanpa takut salah adalah hal mendasar yang harus ditanamkan agar anak percaya diri dan kompeten, ia butuh pembimbing. Pembimbing yang baik tidaklah menyalahkan namun menemani siswa tumbuh. Tanamkan ini pada kita sebagai guru dan ajak orang tua juga melakukannya.

Sehingga dengan tiga hal ini, semoga siswa-siswi kita tetap belajar di rumah bersama orang tua dengan senang dan bermakna dan kondisi belajar seperti ini harapnnya tetap bertahan pasca musibah corona ini selesai semoga, aamiin.

Ditulis oleh Guru Asep Ihsanudin

Ketua Sekolah Guru Indonesia

What's your reaction?

Excited
0
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly
0

You may also like

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in:Artikel