Landasan Teori
SPL merupakan strategi pembelajaran bersiklus dalam memecahkan permasalahan teraktual melalui usaha rintisan yang inovatif dan produktif. Berikut sejumlah pendapat ilmiah yang menjadi rujukan teori dari SPL:
- Masa depan dunia kian sulit diprediksi. Banyak pekerjaan hari ini, dan banyak lagi dalam waktu dekat, akan membutuhkan keterampilan khusus, yakni kombinasi teknologi, pemecahan masalah, dan pemikiran kritis serta keterampilan lunak seperti ketekunan, kolaborasi, dan empati. Inovasi akan terus meningkat, tetapi negara-negara berkembang perlu mengambil tindakan cepat untuk memastikan mereka dapat bersaing dalam ekonomi masa depan. (World Economic Forum, January 2020).
- “Pendidikan menumbuhkan kedua kemampuan penting: berpikir dan bekerja… Pribadi pemikir dan pekerjalah yang ditunggu kedatangannya untuk membesarkan dan mengisi nilai suatu bangsa… Kaum cendikiawan dan para sarjana adalah tempat kita memusatkan harapan untuk mengisi kekurangan itu… Mereka ada untuk memikirkan dan menciptakan pekerjaan.” (Buya Hamka, 2014: 76-77)
- “Praktis, anak-anak kini bersekolah lebih terpusat pada kegiatan belajar dalam kelas dengan selingan bermain atau berlatih di luar kelas, dalam suasana yang jauh lebih santai. lebih hura-hura, tanpa beban kerja apapun seperti dulu” (Roem Tomatimasang, 1983: 66)
- Moh. Syafei menganjurkan mengenai sekolah kerja yang kemudian sangat berguna apabila mereka berada dalam masyarakat, jadi bukan sekolah dengar. (Prof. Dr. H.A.R. Tilaar)
- Prinsip belajar aktif, kreatif, produktif sudah digariskan oleh Panitia Penyelidik Pengajaran sejak tahun 1946. Sedari awal belajar merupakan cara memecahkan masalah. Hal ini sangat bergantung kepada usaha guru, lebih-lebih dalam keadaan serba kekurangan sarana pendidikan. (Anwar Jasin)
- “Proses belajar dapat terjadi kapan saja dan di mana saja terlepas dari ada yang mengajar atau tidak. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.” (Dr. Arief S. Sadiman, 2010: 1)
- Kompetensi dicapai sebagai hasil penggunaan kapabilitas dalam pemecahan masalah (Prof. Dr. M. Atwi Suparman)
- “Pendidikan yang berdasarkan kepada kompetensi ditandai oleh kepercayaan penuh atas pentingnya tujuan (objektivikasi), yang merupakan parameter terhadap pengajaran yang dievaluasi… Tujuan-tujuan itu mesti dirumuskan secara jelas, eksplisit, dan pada apa yang akan dipertunjukkan oleh para siswa dalam kondisi yang riil.” (Prof. Dr. Oemar Hamalik, 2009:92)
- “Kemampuan dalam keterampilan proses terdiri atas tujuh kemampuan, yaitu: mengamati; mengelompokkan; memproyeksikan; menerapkan; menganalisis; melakukan penelitian sedehana; dan mengkomunikasikan hasil.” (S. Hamid Hasan, 1995: 213-214)
Ketersesuaian SPL dengan Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kurikulum 2013
(Menurut PERMENDIKBUD No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah)
No. | Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kurikulum 2013 | Startup Project Leadership (SPL) |
1 | Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik
mencari tahu; |
SPL mendorong kemandirian belajar peserta didik agar berinteraksi secara
langsung dengan sumber belajar yang otentik – kontekstual |
2 | Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi
belajar berbasis aneka sumber belajar; |
Aktivitas SPL sebagian besar dilakukan di sekitar lingkungan rumah, dengan
mengeksplorasi beragam sumber belajar yang nyata |
3 | Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai
penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; |
Inti dari SPL adalah memecahkan permasalahan teraktual dengan
menggunakan pendekatan saintifik (5 M) |
4 | Dari pembelajaran berbasis konten menuju
pembelajaran berbasis kompetensi; |
SPL mengasah kecakapan kognitif (mengelola informasi), sikap (keterampilan
sosial), dan keterampilan berpikir tingkat tinggi |
5 | Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran
terpadu; |
SPL bersifat interdisipliner, memecahkan permasalahan teraktual dengan
menggunakan muatan pengetahuan dari beragam mata pelajaran |
6 |
Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang
kebenarannya multi dimensi; |
Tujuan SPL bukan menjawab pertanyaan soal, tapi mencari pemecahan masalah teraktual dengan usaha rintisan |
7 |
Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; | Proses pemecahan masalah yang dilakukan dalam SPL menggunakan pendekatan 7 keterampilan proses, serta kian mengasah kecakapan literasi
dan numerasi |
8 | Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan
fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); |
SPL mengintegrasikan 3 ranah kecakapan, mulai dari tingkatan bawah hingga
keterampilan tingkat tinggi (mencipta) |
9 |
Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; |
Inti dari SPL adalah mengoptimalkan peserta didik agar menguasai
keterampilan belajar cara belajar dan keterampilan memecahkan permasalahan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari |
10 |
Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani); |
SPL merupakan perwujudan 5 proses utama dalam falsafah pendidikan, yakni: peneladanan, pengasuhan, pembiasaan, pembelajaran, dan penerapan. Semua upaya ini untuk memberi penguatan siswa sebagai pribadi seutuhnya (berintegritas), mandiri, bertanggungjawab, dan
pembelajar. |
11 |
Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat; | SPL bertujuan untuk membangun ekosistem pembelajaran yang ditopang oleh kolaborasi tri pusat pendidikan, yakni: sekolah, keluarga, dan
masyarakat |
12 |
Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa
saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas; |
Dalam SPL, guru bukan satu-satunya aktor pendidik, melainkan juga
melibatkan orang tua secara aktif, dan mendorong mobilisasi tokoh-tokoh masyarakat dalam pembelajaran. |
13 |
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan | Implementasi SPL, khususnya di masa pandemi, para pelaku yang terlibat dalam ekosistem pendidikan didorong untuk melakukan transformasi digital. Selain untuk pengurangan resiko, juga untuk memaksimalkan efektivitas
pembelajaran |