ArtikelArtikel

Rahasia Membentuk Kebiasaan Positif Pada Anak

Guru sebagai orang tua dan pendidik tentu tidak hanya ingin anak-anaknya cerdas intelektual, namun berharap dapat mendidiknya menjadi anak yang juga cerdas secara emosional dan spiritual. Kecerdasan tersebut bisa di stimulasi salah satunya dengan cara membentuk kebiasaan positif pada anak. Pembiasaan positif alangkah baiknya jika dimulai sejak dini, yakni sejak usia pra sekolah orang tua bisa mulai memberikan keteladanan dengan memberikan. Betapa bahagianya jika kita mendapati anak-anak kita terbiasa melakukan pembiasaan positif sejak kecil dengan wasilah teladan dan didikan kita, bahkan sampai mereka berusia dewasa terus menerus melakukan pembiasaan positif tersebut, itulah ilmu yang bermanfaat yang in syaa Allah pahalanya terus mengalir bahkan sampai setelah kita meninggal dunia.

Salah satu kunci utama keberhasilan pendidikan adalah proses peneladanan. Maka, sebelum membentuk pembiasaan positif anak, kita sebagai pendidik hendaknya berefleksi apakah kita sudah menjadi contoh yang baik bagi mereka?. Mari cek kembali kebiasaan kita sehari-hari dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi sudah terisi dengan pembiasaan positif?, jika belum, jangan ragu untuk memperbaiki diri kita, berusaha menjadi teladan yang baik sembari mendidik anak-anak.

Dalam agama islam, peneladanan orangtua harus diberikan kepada anak bahkan sejak anak di dalam kandungan. Pada saat anak memasuki usia pra sekolah anak dijuluki sebagai peniru yang ulung, karena otak mereka mampu menyerap dengan baik apa yang terjadi di lingkungannya. Maka dari itu, pada usia pra sekolah orang tua harus memberikan teladan pembiasaan positif di lingkungan keluarga. Namun yang perlu di perhatikan, pada usia pra sekolah anak belum bisa dipaksa untuk melaksanakan semua pembiasaan positif yang kita inginkan. Pada usia pra sekolah juga merupakan masa-masa anak memainkan imajinasinya, sering kita lihat anak anak ini bermain peran dengan boneka maupun mobil-mobilan yang mereka punya seakan mereka memerankannya di dunia nyata. Kita dapat memanfaatkan potensi ini dengan penanaman fondasi keimanan dengan mengenalkan Allah lewat alam semesta dan Al-Quran, misalnya saat hujan orangtua bisa menceritakan proses hujan yang dijelaskan di dalam Al-Quran, orang tua juga bisa menceritakan kepada mereka kisah-kisah teladan islam, kisah-kisah dalam Al Quran, dsb sehingga dalam benak mereka terbayang sosok sosok orang baik dan hebat yang dapat mereka jadikan idola

Ketika anak memasuki usia 7 tahun (usia sekolah dasar) anak sudah memasuki fase mumayiz (aqil/berakal). Pada usia ini secara perkembangan kognitif piaget (usia 7-11 th) sudah masuk tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini anak mampu memperhatikan lebih dari satu aspek sekaligus, dapat memikirkan keterhubungan satu hal dengan hal lainnya termasuk sebab akibat, namun dia belum mampu berfikir abstrak. Selain itu, menurut tahap perkembangan moral piaget, anak usia sekolah sudah memasuki tahap moral realism yakni anak menganggap moral sebagai aturan dipandang sebagai paksaan dari orang tua dan jika dia melanggar akan dihukum. Hal ini didukung oleh fakta yang di temui di lapangan, bahwa kebanyakan anak usia SD pada penerima manfaat beasiswa cikal muamalat SGI memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap guru dan orang tuanya saat diberikan penugasan pembiasaan positif.

Oleh karena itu, pada saat usia sekolah dasar orang tua dan guru sudah bisa mengajak anak untuk belajar berbagai pembiasaan positif salah satunya adalah melaksanakan shalat wajib  untuk mempersiapkan fase baligh. Diawali dengan memberikan teladan yang baik, kemudian orang tua atau guru memberikan pengajaran mengapa pembiasaan tersebut harus dilaksanakan dan bagaimana cara melaksanakan berbagai pembiasaan tersebut dengan benar, membuat kesepakatan reward dan punishment dengan anak, melaksanakan pembiasaan postif dalam kurun waktu tertentu dengan bantuan jurnal harian/tabel ceklis. Berikanlah apresiasi terhadap capaian mereka dan berikan punishment sesuai kesepakatan bersama.

Beberapa hal yang perlu di contohkan dan dibiasakan diantaranya: 1) Pembiasaan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun), 2) Kedisiplinan (datang ke sekolah mengerjakan tugas tepat waktu, tidur & bangun tepat waktu, makan sambil duduk, buang sampah pasa tempatnya, embaca ta’awudz dan basmalah sebelum beraktivitas, membaca hamdalah setelah beraktivitas), 3) Kemandirian (cuci piring sendiri setelah makan, membereskan tempat tidur setelah bangun tidur, mandi 2 kali sehari, gosok gigi, wudhu & berdoa sebelum tidur), 4) Ibadah (shalat wajib 5 waktu tepat waktu, mengaji, shalat sunnah), 5)  Help skill (membantu orang tua, menolong teman, menolong tetangga yang kesulitan).

Ketika anak memasuki remaja, anak akan mencapai usia baligh untuk perempuan sekitar pada usia 11-15 tahun sementara untuk laki-laki sekitar pada usia 15 tahun. Ketika anak tersebut beragama islam, sudah mencapai aqil  dan baligh maka dia statusnya sudah mukallaf, sama dengan orang dewasa lainnya sudah terbebani dengan syariat dan hukum-hukum islam serta sudah memiliki buku catatan amal sendiri. Secara tahap perkembangan kognitif piaget (usia >11 tahun) sudah masuk tahap operasional formal (mampu berfikir abstrak dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah & kemudian menyelesaikan masalah). Secara tahapan perkembangan moral piaget masuk tahap independensi moral (>11-12 th). Mereka memandang aturan sebagai kesepakatan bersama, menilai perilaku moral berdasarkan niat pelakunya, hukuman dipandang sebagai sesuatu hal yg tidak serta merta namun dipengaruhi oleh niat pelakunya.

Maka pada remaja, orang tua dan guru perlu memberikan penjelasan kepada mereka bahwa ketika sudah memasuki usia baligh mereka sudah memiliki tanggung jawab secara pribadi untuk melakukan kewajiban syariat islam. Berilah juga mereka tanggung jawab untuk melakukan sebagian dari pekerjaan rumah tangga untuk mempersiapkan mereka di masa dewasa. Tentu saja cara berkomunikasi dengan mereka tidak bisa selalu dengan top down, libatkan mereka dalam sebuah diskusi untuk menambah keilmuan maupun membuat beberapa kesepakatan pembiasan positif.

Oleh : Yuni Nur’afiah

 

What's your reaction?

Excited
1
Happy
0
In Love
0
Not Sure
0
Silly
0

You may also like

Leave a reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

More in:Artikel